Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah membawa banyak perubahan di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga industri. Namun, para ahli sepakat bahwa AI tidak akan sepenuhnya menggantikan peran manusia di dunia kerja. Lantas, mengapa demikian?
Menurut artikel dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berjudul Kehadiran AI Menghadirkan Dinamika Kompleks, AI memang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi tetap memiliki keterbatasan. Salah satunya adalah ketidakmampuannya dalam memahami konteks sosial, emosi, dan kreativitas manusia yang sangat dibutuhkan di banyak pekerjaan.
Selain itu, laporan dari World Economic Forum (WEF) 2023 menyebutkan bahwa meskipun AI akan mengotomatisasi sekitar 25% pekerjaan dalam lima tahun ke depan, justru akan muncul lebih banyak lapangan kerja baru yang membutuhkan keterampilan manusia, seperti analisis kritis, empati, dan kepemimpinan.
Sementara itu, McKinsey Global Institute dalam penelitiannya tahun 2023 mengungkapkan bahwa hanya 5% pekerjaan yang benar-benar dapat sepenuhnya diotomatisasi oleh AI. Sebagian besar pekerjaan justru akan mengalami transformasi, di mana manusia dan AI saling melengkapi.
Beberapa contoh pekerjaan yang masih membutuhkan peran manusia. Seperti dokter dan perawat membutuhkan empati dan pengambilan keputusan moral yang tidak dimiliki AI, guru diperlukan untuk memahami kebutuhan psikologis dan sosial siswa, dan AI bisa membantu menghasilkan desain atau musik, tetapi ide orisinal dan emosi tetap berasal dari manusia.
AI memang powerful, tetapi ia tetap sebuah alat. Kolaborasi antara manusia dan teknologi akan menjadi kunci di masa depan, alih-alih saling menggantikan. Seperti dikatakan oleh pakar teknologi dari UGM, "AI hadir bukan untuk mengambil pekerjaan manusia, melainkan untuk memperkuat potensi kita."